Social Icons

Pages

KEMERDEKAAN INDONESIA SEPENUHNYA

PANJI OPOSISI

Vol. 5/Agustus 2008/Hal. 1

KEMERDEKAAN INDONESIA SEPENUHNYA

SUDAH 63 TAHUN Indonesia Merdeka, tetapi kenyataan akan cita-cita kemerdekaan sejati bagi rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke masihlah jauh di awang-awang. Bukannya keluar dari belenggu penjajahan yang dialami, tetapi malah sebaliknya masuk ke dalam bentuk penjajahan lagi dengan bentuknya yang baru. Ibaratnya, keluar dari mulut singa, masuk ke mulut macan. Kira-kira begitulah nasib rakyat Indonesia setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Bung Karno sering mengeluarkan pemikirannya, bahwa sepanjang tatanan masyarakat adil dan makmur belum tercapai, maka Revolusi belumlah selesai. Bangsa Indonesia haruslah berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebuadayaan. Itulah seringkali Bung Karno sampaikan kepada segenap rakyat Indoneia.

Tapi apa lacur kekuasaan Bung Karno telah di interupsi paksa oleh kekuatan kapitalisme global yang diperankan oleh anteknya di dalam negeri yaitu Soeharto dengan rejim orde barunya. Benar yang dikatakan Bung Karno bahwa penjajahan yang akan dihadapi akan berubah ke bentuk yang baru atau yang dikenal Neokolonialisme dan imperialisme (nekolim).

Perayaan hari kemerdekaan dan hari-hari besar lainnya yang di masa kepemimpinan Bung Karno selalu dijadikan momentum untuk membangkitkan semangat perjuangan maupun perlawanan terhadap praktek-praktek kotor Nekolim, berubah drastis di era orde baru, hanya menjadi perayaan dengan bentuk seremonial. Apapun bentuk perayaannya perlu direspons secara baik sepanjang substansi atau inti nilainya juga didapatkan. Andaikan saja perayaan hari kemerdekaan Indonesia yang berupa lomba-lomba dari anak-anak sampai dewasa bahkan orang tua tetapi maknanya tetap didapatkan, maka betapa dahksyatnya hasil dari bentuk perayaan.

Menjadi sangat menarik jika peringatan hari kemerdekaan Indonesia dijadikan sebagai ajang refleksi kebangsaan. Misalnya saja manakala kita melihat perkembangan situasi dan kondisi kebangsaan yang semakin morat-marit. Semua sendi kehidupan sudah keluar dari rel cita-cita kemerdekaan, padahal kemerdekaan memiliki tujuan yang amat sangat mulia yaitu mempersatukan dan membesarkan rakyat Indonesia guna meningkatkan harkat dan martabat bangsanya. Dari persoalan politk yang semakin liberal, ekonomi yang semakin kapitalistis, kebudayaan yang semakin kabur dari nilai leluhur, dll.

Bukan bermaksud anti pembangunan apalagi anti kemapanan, tetapi tentunya pembangunan harusnya bersandarkan pada kesetaraan dan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pemukaan UUD 1945. Disinilah PDI Perjuangan menempatkan dirinya sebagai wadah perjuangan rakyat Indonesia untuk menegakkan nilai-nilai juang para pendiri bangsa.

Artinya bukan sekedar mengakomodir simbol-simbol politiknya saja untuk kepentingan komoditi sesaat, tetapi lebih pada meng implementasikan politik nilai juang cita-cita kemerdekaannya. Konkretnya, PDI Perjuangan menempatkan diri sebagai Partai yang nasionalis dan pro wong cilik, tentu dengan berbagai tantangannya.

Pertanyaan yang selalu muncul adalah kenapa tidak segera tercapai hasil perjuangannya? Semua perjuangan pastilah tidak lepas dari 2 faktor, yaitu, kondisi subjektif dan situasi obyektif. Namun demikian semangat kemerdekaan yang berusaha menjadi ilham bagi kita sudah menjadi suatu tindakan yang maju, tinggal bagaimana membumikan di tingkat praktek. Sekali lagi bahwa Partai Politik seperti PDI Perjuangan adalah alat perjuangan yang dipedomani oleh cita-cita ideologi. Semakin hari, dinamika dan dialektika yang dihadapi dan dialami akan semakin beragam. Dirgahayu Indonesiaku !!! (Red)

Tidak ada komentar :